Minggu, 05 April 2009

Artikel PTK (Pembelajaran Matematika CTL Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran

PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA SD KELAS IV
(Penelitian Tindakan Kelas Pada Pokok Bahasan Bilangan Bulat di Kelas IV SD Negeri Pancasil Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat)

Oleh
Dedi Purwanto
0610785

ABSTRAK
Latar belakang dilakukan penelitian ini adalah adanya kenyataan dilapangan (kelas IV-A SD Negeri Pancasila Lembang) yang menunjukan rendahnya kemampuan penalaran matematik siswa. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan penalaran matematik siswa dan juga bagaimana respon siswa melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual yang dikembangkan. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di kelas IV-A SD Negeri Pancasila Lembang.
Pengumpulan data dilakukan dengna menggunakan beberapa instrument baik itu instrument tes yaitu tes formatif dan tes sumatif maupun instrument non tes yaitu lembaran penilaian, angket ataupun pedoman wawancara. Hasil penelitian ini diantaranya menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika kontekstual mampu meningkatkan kemampuan penalaran matematik siswa SD kelas IV-A SD Negeri Pancasila Lembang. Selain itu, penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar siswa memberi respon positif terhadap pembelajaran matematika kontekstual.

I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini dalam kegiatan pembelajaran matematika, siswa hanya berdasarkan pada perintah atau tugas-tugas yang di berikan oleh guru. Pada pembelajaran ini siswa akan menyelesaikan soal latihan yang di perintahkan oleh gurunya. Karena guru bertindak sebagai pengendali dari aktifitas siswa dalam belajarnya, siswa kurang diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya terutama dalam memecahkan masalah matematika dan metode atau pendekatan tidak dipadukan dengan konteks dunia siswa. Cara ini tentu akan mengakibatkan siswa tidak mampu melaksanakan kegiatan proses matematika (doing matematics), sedangkan kegiatan pembelajaran menjadi kurang efektif dan efisien, selain itu pembelajaran ini mengakibatkan siswa SD tidak mampu berpikir tinggi, hal ini di dukung oleh: Sumarmo (1994: 11) bahwa “sebagian besar guru menyajikan materi hanya bersifat Algoritmis dan kurang menggali kemampuan siswa untuk bernalar”.
Untuk mencapai tujuan di atas diperlukan pendekatan pembelajaran yang tepat. Salah satu pendekatan yang dianggap tepat adalah pendekatan pembelajaran matematika kontekstual. Untuk membuktikannya maka dilakukanlah penelitian ini pada salah satu sekolah dasar di kecamatan Lembang kabupaten Bandung Barat yaitu SDN Pancasila.
2. Rumusan Masalah
a. Apakan penggunaan pendekatan kontekstuan (CTL) dapat menumbuh kembangkan penalaran matematik siswa kelas IV SD
b. Bagai mana respon siswa terhadap pembelajaran matematika untuk meningkatkan penalaran
3. Manfaat Penelitian
a. Bagi siswa yaitu dapat membiasakan siswa bepikir kritis dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, dapat mengubah bentuk nalar, sikap dan perilaku siswa dalam kegiatan pembelajaran.
b. Bagi Guru yaitu dapat mememberikan pengalaman pada guru dalam menentukan solusi untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi dalam pembelajaran, mengembangkan kemampuan guru untuk mengembanngkan dan mengevaluasi pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual.
c. Bagi Peneliti
Dapat mengembangkan pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL) untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu materi, sehingga diharapkan siswa dapat lebih kreatif dan mampu berpikir lebih kritis terhadap suatu masalah.
4. Definisi Operasional
a. Pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru untuk mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antar pengetahuan yang di milikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Penalaran bukanlah kegiatan berpikir yang menghasilkan pengetehuan secra tiba-tiba, tetapi penalaran ditandai dengan adanya langkah-langkah proses berpikir, dimana tiap langkah-langkah itu selalu bersandar atas kratria yang berlaku. Penalaran merupakan suatu peoses penemuan kebenaran yang setiap jenisnya mempunyai krateria kebenaran masing-masing.

II. KAJIAN PUSTAKA
a. Pembelajaran Matematika Kontekstual (CTL)
Ketrkaitan kehidupan nyata dalam pembelajaran bila dimulai dari sesuatu yang dekat dngan siswa, sederhana, dan sesuai dengan kemampuan berpikir mereka. Pembelajaran bisa dikaitkan dengan permasalahan keluarga, pertanian, lingkungan sekitar, lingkungan teman atau keluraga lain yang terdkat. Kegiatan pembelajaran dalam tahap operasional kongkrit, di antaranya dapat menggunakan benda asli, model atau alat praga dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu operasional kongkrit dapat di presentasikan sebagai kemampuan yang di miliki siswa dalam mengkaitkan antara topik yang di ajarkan, dgna pengalaman dam aktifitas yang pernah di miliki dan di ketehui oleh siswa sebelmnya. Sehingga siswa dpat mengkaitkan antara satu topik pembelajara dngan tindakan atau perbuatan kehidupan nyata (Ruseffendi, 1991: 143).
Alwasilah. C A menyimpulkan sistim CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa ,melihat makna dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara meng hubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang dilakukan sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian yang autentik.
b. Penalaran Matematik
Dalam pembelajaran matematika perlu dikembangkan daya nalar. Sumarmo (2002: 15) mengemukakan bahwa penalaran matematik atau penalaran dalam matematika meliputi beberapa indikator yaitu: menarik kesimpulan logik, memberikan penjelasan dengan menggunakan model, sifat-sifat dan hubungan, mempekirakan jawaban dan proses solusi, menggunakan pola dan hungan untuk menganalisis situasi matematik, menarik analogi dan generalisasi, menyusun dan menguji konjektur, memberikan lawan contoh (counter examples), mengikuti aturan iferensi, memeriksa validitas argumen, menyusun argumen yang valid, menyusun pembuktian langsung dan menggunakan induksi matematika.
Untuk memunculkan aspek penalaran, siswa perlu dihadapkan pada sebuah permasalahan matematika. Menurut Ruseffendi (1991: 336-337), suatu persoalan merupakan masalah bagi seorang jika: Persoalan itu tidak dikenalnya, siswa harus mampu menyelesaikannya bak kesiapan mentalnya maupun pengetahuan siapnya, terlepas daripada apakah akhirnya ia sampai atau tidak kepada jawabannya, sesuatu itu merupakan pemecahan merupakan pemecahan masalah itu baginya bila ia ada niat menyelesaikannya.

III. METODELOGI PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Penelitian yangdilakukan menggunakan model kemmis dan Mc. Target dengna melakukan sistem spiral. Siklus ini siklus inidigunakan penulis karena sesuai dengna tahapan penelitian tindakan. Tahapan-tahapan itu diantaranya: 1) persiapan perencanaan tindakan, 2) tahapan pelaksanaan tindakan, 3) tahapan obsevasi 4) tahapan analisis dan refleksi, dan 5) tahapan perencanaan tindak lanjut. Penelitian ini menggunakan tiga siklus karena hasil yang diperoleh dari siklus I, siklus II, dan siklus III menunjukan siswa mengalami perubahan dalam pembelajaran dan adanya peningkatan dalam kemampuan penalaran.
2. Subyek Penelitian
Lokasi yang menjadi subyek dalam penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri Pancasila yang berada di jalan peneropong bintang Desa Gudang Kahuripan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Kelas yang diambil sebagai subjek penelitian yaitu kelas IV-A dengan jumlah siswa 33 orang.
3. Prosedur Penelitian
Prosedur Penelitian Tindakan Kelas ini terdiri dari tiga siklus. Tiap siklus dilaksanakan dengan perubahan yang ingin dicapai. Untik mengetahui sampai sejauh mana kemampuan penalaran siswa dapat meningkat dengan pendekatan kontekstual maka dilakukan observasi awal untuk mengetahui tindakan apa yang harus diberikan secara tepat dalam rangka mengoptimalakan kemampuan penalaran siswa.
Gambaran tahap-tahap penelitian yang akan dilaksanakan yaitu:
1. Studi pendahuluan
Melaksanakan orientasi kegiatan lapangan, yaitu tahap studi pendahuluan sebelum tidakan pembelajaran dan observasi terhadap kegiatan pembelajaran matematika untuk mengetahui gambaran awal pelaksanaan pembelajaran matematika selama ini. Mengidentifikasi proritas masalah yang dihadapi berdasarkan hasil orientasi dan observasi peneliti.
2. Perencanaan atau persiapan tindakan
Pembuatan rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pembuatan tes Formatif dan tes Sumatif. Pembutatan pedoman observasi, pedoman wawancara, dan angket.
3. Pelaksanaan tindakan
Melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Melakukan tes formatif setelah setiap akhir siklus. Melakukan tes sumatif setelah semua siklus dilaksanakan. Menyebarkan angket untuk siswa mewawancarai guru dan siswa tentang pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
4. Analisis dan Refleksi
Data yang diperoleh dianalisis sesegera mungkin berdasarkan krateria-karateria yang telah ditentukan. Setelah dianalisis kemudian direfleksikan untuk mengevaluasi, mengoreksi dan perbaikan untuk siklus selanjutnya.
5. Membuat kesimpulan hasil penelitian
Data-data yang diperoleh dalam penelitian kemudian dibahas secara mendalam sehingga peneliti mendapatkan suatu kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
4. Instrumen Penelitian
Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data. Instrumen pembelajaran terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan bahan ajar berupa lembar kerja siswa (LKS). Sedangkan instrumen pengumpulan data masih dibedakan lagi menjadi dua jenis instrumen, yaitu: instrumen tes dan instrumen non tes. Instrumen tes terdiri dari tes formatif dan tes subsumatif. Instrumen non tes terdiri dari angket, lembar observasi dan pedoman wawancara.
4. Pengumpulan Dan Pengolahan Data
Data yang diperoleh diolah menjadi dua jenis yaitu data kuantitatif dan kualitatif.
a. Data Kuantitatif
Data kuantitatif berasal dari hasil tes formatif yang dilakukan pada setiap akhir siklus dan hasil tes subsumatif yang dilakukan setelah semua siklus berakhir. Hal ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan yang menjadi bahan penelitian.
b. Data Kualitatif
Data kualitatif diperoleh melalui angket, lembar observasi dan hasil wawancara dengan siswa. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. Data hasil jurnal harian siswa dan hasil angket kemudian dihitung, ditabulasi dan diinterpretasikan dalam kalimat pada pembahasan hasil penelitian.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Kemampuan Penalaran Matematik
a. Perbandingan Skor Rata-Rata Tes Formatif Dengan Tes Sumatif Kemampuan Penalaran Matematik Dilihat dari Setiap Indikator
Gambaran perbandingan rata-rata skor tes formatif dengan tes sumatif untuk kemampuan penalaran matematik disajikan pada Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1
Skor Rata-Rata Tes Formatif Dengan Tes Sumatif Kemampuan Penalaran
Jenis Indikator Skor Rata-Rata
Tes Formatif Skor Rata-Rata Tes Sumatif Gain
Indikator 1 30.36 33.18 2.82
Indikator 2 22.66 23.03 0.37
Indikator 3 15.35 17.72 2.37

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa untuk setiap indikator penalaran terjadi peningkatan hal ini dapat dilihat dari masing-masing gain setiap indikator. Untuk indikator 1 peningkatannya sebesar 2.82; untuk indikator 2 peningkatannya sebesar 0.37; dan untuk indikator 3 peningkatannya sebesar 2.37.
b. Kriteria Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Pada Setiap Siklus
Gambaran tentang kriteria kemampuan penalaran matematik siswa pada setiap sisklus tindakan pembelajaran dapat dilihat pada Diagram 4.2 berikut:




Diagram 4.1
Kemampuan Penalaran Matematik Siswa


Dari Diagram 4.1 diatas dapat dilihat porsentase kriteria sangat baik tingkat kemampuan penalaran siswa pada siklus I dan II mencapai 18,18%, dan pada siklus ke II terjadi penurunan 15,15%. Sedangkan untuk krateria baik pada siklus I dan II tingkat kemampuan penalaran siswa mencapai 12,12%, dan pada siklus ke III terjadi peningkatan yang sangat bagus yaitu mencapai 33,33%. Sedangkan pada krateria cukup tingkat kemampuan penalaran siswa dibanding dari kriteria Sangat Baik (SB) dan Baik (B) yaitu pada siklus I mencapai 39,39%, pada siklus II meningkat mencapai 48,48%, dan pada siklus III mencapai 45,45%. Sedangkat pada krateria kurang porsentase tingkat kemampuan penalaran siswa sangat menurun dimana pada siklus I mencapai 27,27%, pada siklus II mencapai 15,15%, dan pada siklus III mencapai 6,06%. Sedangkan pada krateria jelek porsentase tingkat kemampuan penalaran siswa sangant menurun dimana pada siklus I mencapai 3,03%, pada siklus II mencapai 6,06% dan pada siklus III tidak ada siswa yang mencapai krateria jelek.
2. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran
a. Respon Siswa Berdasarkan Angket
Respon siswa terhadap pendekatan kontekstual, dan respon siswa terhadap penalaran dapat dirangkum pada tabel 4. 2
Tabel 4.2 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Berdasarkan Angket
No Kategori Porsentase
1 Tanggapan positif 87,81
2 Tanggapan Negatif 12,19
Dari Tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa respon siswa terhadap pembelajaran dimana didalamnya menyangkut pembelajaran kontekstual dan peningkatan kemampuan penalaran. Siswa yang bertanggapan positif hampir mencapai seluruh siswa dengan porsentase mencapai 87,81%, sementara siswa yang bertanggapan negatif yaitu sebagian kecil dengan porsentase mencapai 12,19%. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa menyenangi pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan penalaran.
b. Respon siswa berdasarkan wawancara
Hasil wawancara yang dilakukan adalah dapat disajikan menjadi beberapa kelompok diantaranya:
Tanggapan siswa mengenai pembelajaran yang telah dilakukan dan dibandingkan dengan pembelajaran sebelumnya, untuk kategori siswa yang berkemampuan tinggi menanggapi pembelajaran sekarang lebih enak karena mudah dimengerti, membuat kita berpikir keras untuk menjawab dan mengerjakan soal, pembelajaran seperti ini membuat kita lebih mengerti karena dikaitkan dengan masalah kehidupan sehari-hari, dengan pembelajaran seperti ini lebih aktif dan termotivasi.
Tanggapan siswa mengenai pembelajaran yang telah dilakukan dan dibandingkan dengan pembelajaran sebelumnya, untuk kategori siswa berkemampuan sedang, pembelajaran sekarang sering diskusi sehingga membuat kita lebih paham, dalan belajar kita dituntut untuk berpikir, pembelajaran seperti ini membuat kita lebih aktif, pembelajaran seperti ini guru hanya mengarahkan saja. Tanggapan siswa mengenai pembelajaran yang telah dilakukan dan dibandingkan dengan pembelajaran sebelumnya, untuk kategori siswa berkemampuan rendah, pembelajaran sekarang jadi lebih mengerti darisebelumnya, suasanakelas jadi lebih aktif.
B. Pembahasan
1. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik siswa
Secara keseluruhan kemampuan penalaran siswa meningkat hal ini terlihat dari porsentase skor rata-rata kemampuan penalaran untuk setiap indikator siklus demi siklus meningkat walaupu peningkatannya belum mempunyai peningkatan yang lebih besar. Peningkatan penalaran juga dapat dilihat dari perbandingan porsentase peningkatan penalaran tes formatif dan tes sumatif pada tes sumatif porsentase rata-rata kemampuan penalaran meningkat. Sementara untuk mengukur secara keseluruhan peningkatan kemampuan penalaran siswa dapat dilihat dari porsentase peningkatan penalaran setiap siklus untuk setiap indikator, hal ini terlihat ada peningkatan secara signifikan baik itu untuk krateria cukup, kriteria baik maupun kariteria sangat baik siklus demi siklusnya meningkat dengan baik. Untuk kriteria kurang dan jelek silus demi siklus makin kurang bahkan pada siklus III tidak ada siswa yang masuk pada kriteria jelek.
Hal ini mengindikasikan pemanfaatan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan penalaran. Pengkondisian watu yang efektif, pengelolaan kelas yang baik, dan merancang materi pembelajaran kedalam kegiatan siswa dan dikaitkan dengan lingkungan atau dunia siswa menjadi faktor pendukung peningkatan penalatan siswa.

2. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Penalaran
Berdasarkan hasil observasi, angket, dan wawancara respon siswa terhadap pembelajaran matematika kontestual untuk meningkatkan penalaran meningkat, pada umumnya siswa lebih menyukai pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual daripada pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah saja.
Dengan pembelajaran yang dikembangkan, motivasi siswa cukup tinggi dan siswa lebih semangat untuk belajar. Selain itu, kualitas siswa dalam merepresentasikan persoalan-persoalan matematik semakin baik. Pembelajaran yang dikembangkan memudahkan siswa untuk mengungkapkan dan menuliskan jawaban dari persoalan matematik sehingga siswa lebih bisa memahami materi dan peersoalan-persoalan matematika. Soal-soal pemecahan masalah yang dikaitkan dengan konteks dunia siswa dijadikan tantangan dan sangat menarik bagi sebagian besar siswa dan pada umumnya siswa siswa menyukai pembelajaran matemati dengan pendekatan kontekstual seperti ini.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada sebelumnya, pada bab ini dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Dengan pembelajaran matematika melalui pendekatan kontekstual dapat meningkatkan penalara matematika siswa. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual mampu membangkitkan minat, motivasi serta dapat meningkatkan penalaran matematik siswa dapat berpikir kritis dan kreatif dalam belajar matematika karena memberi pengalaman yang menyeluruh. Selain itu pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat merangsangsang siswa dalam menumbuhkan motivasi yang timbul dari diri siswa itu sendiri (intrinsik).
Dengan pendekatan kontekstual pada pembelajaran matematika mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa belajar dari mengalami sendiri dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, rasa senang belajar berpikir mandiri dan mampu mengambil keputusan. Penkatan kontekstual dalam pembelajaran matematika ternyata berhasil meningkatkan kemampuan penalaran matematik siswa.
B. Saran
Untuk mencapai tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang ingin dicapai hendaknya menggunakan pendekatan kontekstual karena akan mendorong terciptanya proses belajar yang efektif, kondusif, bermakna dan menyenangkan serta akan menumbuhkan motivasi siswa sehingga dapat meningkatkan penalaran matematik siswa. Dalam mengajarkan pembelajajaran matematika dengan pendekatan kontekstual hal yang harus diperhatikan adalah penggunaan waktu harus benar-benar diperhitungkan dan pengelolaan kelas terutama dalam diskusi kelas harus lebih diperhatikan. Libatkan siswa sepenuhnya dalam proses pembelajaran terutama dalam pemecahan masalah matematika sehingga siswa dapat menemukan konsepnya sendiri dan merasakan manfaat belajar.
Hendaknya dalam menggunakan pendekatan kontekstual guru tidak hanya pada mata pelajaran matematika saja tetapi pada mata pelajaran yang lain dapat diterapkan. Guru hendaknya memberi kebebasan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya pada setiap pembelajaran.


Daftar pustaka
Alwasilah.C A. (2007). Contextual Teaching & Learning Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasikan dan Bermakna. Bandung: Mizan Learning Center.
Ruseffendi. (1991). Pengantar kepada membantu guru mengembangkan
kemampuannya dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan
CBSA. Bandung: Taristo.
Sumarmo, U. (1987) Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dikaitkan dengan Kemampuan Panalartan Logik Siswa dan beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar.

1 komentar: